Minggu, 06 Juli 2008

Nafsu...(hmm.....)

Dari sejak awal manusia diciptakan, mereka sudah dibekali nafsu. Bahkan ketika merekapun hendak memulai periode “penciptaan ulang” generasi selanjutnya, itupun diawali dengan nafsu.

Anda boleh berpikir bebas mengenai artikel saya ini, tetapi inilah faktanya, semua dihadirkan dengan nafsu.
Tidak perduli sebaik atau sebejat apapun kelakuan kita, semuanya akan kembali kepada nafsu itu tadi.
Karena, nafsu terbagi atas dua macam :

1. Fujuroha
2. Taqwaha

Nafsu Fujuroha adalah nafsu untuk berbuat menyimpang atau negatip sedangkan Nafsu Taqwaha adalah nafsu untuk berbuat kebenaran atau positip.

Dasarnya adalah :

wa nafsin wama sawwaha, fa alhamaha fujuroha wa taqwaha -Qs. Asy-Syams : 7-8

Dan nafs serta penyempurnaannya, diwahyukan kepadanya kefasikan serta ketakwaan …

Pada penjabarannya, kedua nafsu tadi bisa terpecah lagi menjadi banyak pembagian dan percabangan. Tetapi yang jelas pada akhirnya yang menjadi penentu dari penilaian dimata Tuhan adalah Nafs yang muthmainnah. Yaitu nafsu yang sudah berhasil melalui banyak fase dalam menuju pendominasian keseharian kita, dimana setiap gerak dan langkah hanya terpusat pada sistem ridhatillah atau keridhoan Allah.

Sebaliknya orang yang melakukan perbuatan buruk adalah orang yang berpusat pada sistem fujuroha, termasuklah yang senantiasa bersikap ingkar, membantah, berbuat zalim, berbuat sia-sia dan sebagainya.

Ketika dua orang lawan jenis melakukan persetubuhan dalam konsep suka sama suka, cinta sama cinta maka saat itu mereka sudah tenggelam dalam nafsu. Tetapi nafsu apakah yang demikian itu ? Bisakah dikelompokkan kedalam nafsu yang taqwaha ataukah kedalam nafsu fujuroha ?

Ketika seseorang memutuskan diri untuk menonton suatu pertunjukan yang digelar disebuah teater atau bioskop, maka inipun pada hakekatnya sedang digeluti oleh nafsunya. Tetapi pertanyaannya tetap sama, nafsu apakah yang demikian itu ? Bisakah dikelompokkan kedalam nafsu yang taqwaha ataukah kedalam nafsu fujuroha ?

Bila nafsu itu adalah taqwaha, maka apa kira-kira kriterianya ? sejauh apa batasan minimal serta maksimal sebuah perbuatan sehingga dapat dikelompokkan kedalam perbuatan yang dibenarkan (bukan membenarkan) ?

Sebaliknya lagi bila nafsu itu fujuroha maka pertanyaannya juga sama … mana standar-standar penetapannya dalam ukuran grafik minimal dan maksimal pada sumbu X dan Y ?

Islam lalu mengajarkan :

Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun berumpun dan yang tidak berumpun serta tumbuhan dan ladang yang berbeda hasilnya, begitupun yang berminyak dan yang bijinya bersusun, yang serupa dan yang tiada serupa. Makanlah buahnya bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (sebagai sedekah); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-An’am 6:141)

Sebaik-baik agama ialah haniffiyat al-samhah (yaitu semangat mencari kebenaran yang lapang, toleran, tidak sempit, tanpa kefanatikan dan tidak membelenggu jiwa) - Riwayat Ahmad

Pada kesempatan lain, Nabi mengajarkan pada Utsman ibn Mazh’un : “Sesungguhnya matamu punya hak atas engkau, dan keluargamu punya hak atas engkau! Maka sembahyanglah dan tidurlah, puasalah dan makanlah!”

Makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. 7:31)

Maksud terpenting yang dapat dipetik dari ajaran diatas adalah bahwa ajaran Islam hendak menempatkan manusia pada posisi kemanusiaannya. Bahwa manusia itu bukan malaikat, yang sama sekali tidak memiliki kecenderungan bendawi (makan, tidur, berhubungan seksual atau kesenangan lainnya termasuk nonton, main games dan seterusnya).

Ada batasan yang diberikan, yaitu jangan berlebih-lebihan.
Tunaikan haq masing-masing, dalam konteks modern sekarang ini batasan lebih dan kurang ini memang kadang terasa bias antara satu orang dengan orang yang lainnya. Banyak faktor yang kemudian harus sama-sama dipertimbangkan secara bijak dan tidak dapat digeneralisir.

Haq mata untuk menonton harus di-imbangi juga dengan niat awal dari menonton itu sendiri, apakah just for having fun ? penasaran ? mencari ilmu ? dan seterusnya …

Haq kelamin untuk bertemu kelamin … juga diatur dengan sistem pernikahan yang legal serta niat awal persetubuhan tersebut, apakah sekedar memuaskan fujuroha atau memang untuk mencapai taqwaha (sebab bukankah penyalurannya pada tempat yang dibenarkan menjadi pahala ?)

Stop.
Jangan tegang …
Marilah kita simak ayat berikut : Walaa uqsimu bin nafsil lawwamah (Qs. al-Qiyamah ayat 2)

Manusia punya kecenderungan untuk mengalihkan nafsunya pada pertobatan, jadi bila kita merasa lebih banyak digiring oleh nafsu fujuroha ketimbang taqwaha yang akan mengantarkan kita pada muthmainnah maka segeralah perbaiki niat. Segera salurkan haq yang ada secara proporsional dan tepat sasaran.

Hidup ada haq dan kewajiban, bersedekah adalah kewajiban kita kepada orang yang membutuhkan bantuan rezeki sementara membayar sesuatu untuk kesenangan jiwa maupun pendidikan batiniah merupakah haq jiwa didalam kehidupan ini. Islam tidak mengajarkan konsep rahibiyah atau sufiesme, tetapi Islam mengajarkan keseimbangan.

Mohon maaf bila artikel ini dirasa kurang berkenan.

Yaa ayya tuhannafsul muthmainnah. Irrji’ii ilaa Rabbiki radhiyatan mardhiyah. Fad khulii fi’ibaadi. Wad khuli jannatii”.

Tidak ada komentar: